Tentukan Awal Bulan Kamariah, Kalender Hijriah 2023 Mulai Disusun


Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib. (Dok. Antara)
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib. (Dok. Antara)

SAHABAT SURGA.NET|JAKARTA- Kementerian Agama (Kemenag) sedang menyusun kalender hijriah Indonesia 2023. Tujuannya untuk memperbarui prediksi penentuan awal bulan kamariah dan hari-hari keagamaan Islam tahun 2023.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Adib menyebut penyusunan kalender tersebut sangat penting dalam penentuan waktu-waktu ibadah.

"Kita menyusun Buku Ephemeris Hisab Rukyat dan penanggalan kalender hijriah Indonesia tahun 2023 yang nantinya menjadi bahan rekomendasi sebagai dasar penetapan hari libur keagamaan tahun 2023," ujar Adib di Jakarta.

Kemenag juga telah menggelar Pertemuan Ahli Hisab dan Rukyat di Jakarta, Selasa (20/9/2022). Menurut Adib, buku Ephemeris Hisab Rukyat dan kalender hijriah Indonesia tahun 2023 ini menggunakan kriteria baru MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).

Adib mengatakan kalender hijriah sebelumnya masih menggunakan kriteria lama MABIMS, di mana tinggi hilal 2 derajat dan sudut elongasi 3 derajat.

"Sementara pada kriteria baru MABIMS yang telah kita terapkan dalam penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah pada tahun ini, syarat ketinggian hilal adalah 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat," kata dia.

Adib berharap para ahli falak dari berbagai ormas Islam dapat menyosialisasikan secara luas penerapan kriteria baru MABIMS yang telah disepakati.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Kamaruddin Amin mengatakan Indonesia bukan negara agama tapi negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan.

Indonesia, kata dia, tidak menganut sistem pemerintah yang memaksa atas keputusan keagamaan yang dikeluarkan.

"Jadi ketika pemerintah mengeluarkan keputusan tentang keagamaan, tentang awal Ramadhan misalnya, lalu ada masyarakat yang tidak mengikuti, pemerintah tidak bisa memaksakannya ketika itu terkait forum keyakinan seseorang. Itulah karakteristik Indonesia," katanya.

Kamaruddin menjelaskan pemerintah hanya fokus memberi layanan keagamaan dengan basis akademik yang kokoh dan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Kita tidak perlu mengajak semua masyarakat untuk sama, tapi tugas kita adalah memberi pengertian dan pemahaman kepada mereka untuk bisa saling menghormati dan menghargai," kata dia. (Nur)