SAHABAT SURGA.NET|MALANG. Rebana merupakan satu alat musik yang amat lekat dengan tradisi Islam. Ketika menilik sebuah workshop kerajinan rebana milik Arief Priyadi yang berada di daerah Kelurahan Bumiayu, Kedungkandang, Kota Malang. Pada sebuah bangunan rumah dua lantai di bagian pelataran lantai atas rumahnya, Arief Priyadi terlihat tengah sibuk menata bakal bagian alat musik rebana yang nantinya akan di rangkai.
Bentuk dan Ukuran alat musik Rebana ternyata bervariasi, rata-rata bentuknya pipih. Alat musik tabuh ini terbuat dari selembar kulit yang direntangkan pada bingkai kayu yang bundar, kemudian pada bingkainya sering ditambahkan beberapa logam pipih.
Arief Priyadi disini menuturkan bahwa ada trik khusus agar suara rebana berbunti nyaring dan menghasilkan nada tinggi maupun rendah. Salah satunya, kulit kambing betina yang jadi bahan baku utama haru direndam didalam air sebelum diproses.
“Ya tadi waktu pasang pertama, makanya dikasih air agar suhunya normal. Jika masih dalam kondisi panas akan kesulitan dalam pengaturannya. Karena dalam kondisi tersebut jika terus ditarik akan sedikit masih tinggi suaranya, akibatnya ketika suhunya turun ke normal beresiko mleset saat rebana sudah siap dipaku,” ucap Arief Priyadi ditemui di kediamannya.
Pria berusia 35 tahun ini sudah memulai usaha produksi rebana sejak 2013 silam. Arief menambahkan, selain saat pemasangan, bahan baku kulit kambing juga berpengaruh. Oleh karena itu, dia sendiri biasanya melakukan proses pengolahan kulit kambing yang baru tiba.
“Khusus pemain profesional saya proses sendiri di belakang rumah saya. Kalau yang butuh cepat, pakai kulit-kulit yang sudah diobat dikirim dari Cirebon, ada dari Blitar, Ponorogo, dan beberapa produsen kulit. Kalau kulit itu hasil prosesnya sendiri, terdapat perbedaan suara, dan beda tekstur kulit juga,” ungkapnya.
Tak ayal dengan kwalitas yang diutamakan Arief, ia pun kebanjiran pesanan saat di musim bulan Ramadan. Menurut Arief, pesanan juga banyak datang di bulan Rabiul Awal atau bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
“Paling ramai maulid, full pesanan. saat itu bisa mencapai 10 set pesanan, satu set berarti total 40 rebana, itu rebananya saja belum basnya, belum keplaknya, belum tam, ramai kalau Maulid (Nabi Muhammad SAW). Kalau bicara omzet belum pernah menghitung,” tuturnya. Rebana dikenal dalam rangkaian musik gambus yang sarat akan nilai keislaman. Rebana hadir dalam berbagai macam bentuk dan ukuran, serta nama yang berbeda-beda. Ukuran terkecil disebut sebagai rebana ketimpring, marawis, hadroh dan rebana kasidah. Sementara di daerah Jawa Tengah disebut sebagai genjring, jidor atau tambur, kempling, ketimpring dan lain-lain.
Biasanya, pembeli yang datang memesan dua tipe perangkat rebana. Baik yang versi Pekalongan dengan empat perangkat, maupun versi Habib Syekh dengan sembilan perangkat.
“Satu set biasanya terdiri dari bas tangan, tam, keprak, dengan minimal empat perangkat. Satu set kalau versi Pekalongan lima, empat bas tangan. Kalau versinya Habsi atau Habib Syekh 9 alatnya. Ini 4 ada yang kecil-kecil dua, ada tam-tam satu, bas besar satu, total sembilan,” jelasnya.
Alat musik rebana menjadi salah satu alat kesenian Islam yang kerap kali ditampilkan saat perayaan hari besar maupun peringatan keagamaan lainnya. Nama alat musik rebana berasal dari kata Arbaa (bahasa Arab) yang bermakna empat. Bilangan empat ini dikaitkan dengan melakukan kewajiban terhadap Allah, masyarakat, kepada alam dan pada diri sendiri. (Yna/Fnd)
Bentuk dan Ukuran alat musik Rebana ternyata bervariasi, rata-rata bentuknya pipih. Alat musik tabuh ini terbuat dari selembar kulit yang direntangkan pada bingkai kayu yang bundar, kemudian pada bingkainya sering ditambahkan beberapa logam pipih.
Arief Priyadi disini menuturkan bahwa ada trik khusus agar suara rebana berbunti nyaring dan menghasilkan nada tinggi maupun rendah. Salah satunya, kulit kambing betina yang jadi bahan baku utama haru direndam didalam air sebelum diproses.
“Ya tadi waktu pasang pertama, makanya dikasih air agar suhunya normal. Jika masih dalam kondisi panas akan kesulitan dalam pengaturannya. Karena dalam kondisi tersebut jika terus ditarik akan sedikit masih tinggi suaranya, akibatnya ketika suhunya turun ke normal beresiko mleset saat rebana sudah siap dipaku,” ucap Arief Priyadi ditemui di kediamannya.
Pria berusia 35 tahun ini sudah memulai usaha produksi rebana sejak 2013 silam. Arief menambahkan, selain saat pemasangan, bahan baku kulit kambing juga berpengaruh. Oleh karena itu, dia sendiri biasanya melakukan proses pengolahan kulit kambing yang baru tiba.
“Khusus pemain profesional saya proses sendiri di belakang rumah saya. Kalau yang butuh cepat, pakai kulit-kulit yang sudah diobat dikirim dari Cirebon, ada dari Blitar, Ponorogo, dan beberapa produsen kulit. Kalau kulit itu hasil prosesnya sendiri, terdapat perbedaan suara, dan beda tekstur kulit juga,” ungkapnya.
Tak ayal dengan kwalitas yang diutamakan Arief, ia pun kebanjiran pesanan saat di musim bulan Ramadan. Menurut Arief, pesanan juga banyak datang di bulan Rabiul Awal atau bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
“Paling ramai maulid, full pesanan. saat itu bisa mencapai 10 set pesanan, satu set berarti total 40 rebana, itu rebananya saja belum basnya, belum keplaknya, belum tam, ramai kalau Maulid (Nabi Muhammad SAW). Kalau bicara omzet belum pernah menghitung,” tuturnya. Rebana dikenal dalam rangkaian musik gambus yang sarat akan nilai keislaman. Rebana hadir dalam berbagai macam bentuk dan ukuran, serta nama yang berbeda-beda. Ukuran terkecil disebut sebagai rebana ketimpring, marawis, hadroh dan rebana kasidah. Sementara di daerah Jawa Tengah disebut sebagai genjring, jidor atau tambur, kempling, ketimpring dan lain-lain.
Biasanya, pembeli yang datang memesan dua tipe perangkat rebana. Baik yang versi Pekalongan dengan empat perangkat, maupun versi Habib Syekh dengan sembilan perangkat.
“Satu set biasanya terdiri dari bas tangan, tam, keprak, dengan minimal empat perangkat. Satu set kalau versi Pekalongan lima, empat bas tangan. Kalau versinya Habsi atau Habib Syekh 9 alatnya. Ini 4 ada yang kecil-kecil dua, ada tam-tam satu, bas besar satu, total sembilan,” jelasnya.
Alat musik rebana menjadi salah satu alat kesenian Islam yang kerap kali ditampilkan saat perayaan hari besar maupun peringatan keagamaan lainnya. Nama alat musik rebana berasal dari kata Arbaa (bahasa Arab) yang bermakna empat. Bilangan empat ini dikaitkan dengan melakukan kewajiban terhadap Allah, masyarakat, kepada alam dan pada diri sendiri. (Yna/Fnd)