SAHABAT SURGA.NET|JAKARTA- Hidup di Indonesia dengan segala keberagamannya tentu banyak tantangan. Ternyata ada sejumlah etika bagi umat Islam yang bertetangga dengan non-muslim.
Dikutip dari Muhammadiyad.or.id, bergaul atau berhubungan baik dengan non-muslim dalam ruang lingkup kemasyarakatan boleh dilakukan.
Termasuk menyantap makanan suguhan ketika bertamu di rumah non muslim, sepanjang bukan termasuk makanan yang diharamkan atau mengandung sesuatu yang haram.
Nabi Muhammad SAW saja pernah menerima berbagai macam hadiah dari raja-raja yang pernah dikirimi surat, seperti Raja Mukaukis dari Mesir.
Divisi Kajian Kemasyarakatan dan Keluarga Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muhammad Abdul Fattah Santoso memaparkan prinsip-prinsip umum etika bertetangga dengan non-muslim.
Berbuat Baik dan Adil
Allah berfirman: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. AlMumtahanah: 8).
Menghargai Hak-Hak dan Kehormatan
Dalam hadis disebutkan: “dari Ali radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Aku katakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesunguhnya paman anda, orang tua yang sesat (Abu Thalib), telah meninggal.” Beliau bersabda: “Pergilah dan kuburkan ayahmu, kemudian janganlah engkau mengadakan sesuatu hingga kamu datang kepadaku lagi!” Kemudian aku pergi dan telah menguburkannya, kemudian aku datang kepadanya (Nabi). Lalu beliau memerintahkanku (untuk mandi), lalu aku mandi dan beliau mendoakanku. (HR. Abu Dawud).
Saling Memberi Makanan yang Halal
Boleh menerima sesuatu dari non muslim jika diberikan secara murni dan tidak mengikat serta barang yang diberikan adalah barang yang halal. Dalam Al Quran disebutkan: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu halal (juga) bagi mereka.” (QS. Al-Ma’idah: 5).
Memelihara Toleransi
Sepanjang non-Muslim tidak memerangi dan berlaku kasar terhadap umat Islam, maka hubungan sosial kemasyarakatan harus berlangsung secara damai. Allah berfirman: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Kamu juga bukan penyembah apa yang aku sembah. Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun:1-6). (Nur)